Kolam Renang dari Misil

20.09.00


ibtimes.co.uk

*

In memory of my grandpa, who taught me that one kindness can fill a whole heart. 
And for you my best friend, I am sorry and thank you.

*

Sebenarnya saya tidak sering membaca berita, khususnya berita-berita internasional. Namun karena beberapa kali ikut membantu persiapan debat teman sejawat, sebagai lawan sparring yang setidaknya harus bisa mengimbangi saat latihan, maka mau tidak mau saya harus membaca-baca berita juga. Hal itu karena mau tidak mau saya harus punya bahan untuk dapat membuat argumen baik jadi tim yang pro atau yang kontra dengan topik yang sedang didebatkan. Ada banyak topik, yang secara menyeluruh sampai sekarang pun masih sulit saya pahami. Oleh karena selain luasnya topik yang diperdebatkan, juga karena sedikitnya waktu untuk benar-benar mendalami tiap bidangnya. Salah satunya berkaitan dengan masalah hubungan internasional. Salah satu tema yang menurut saya sendiri, benar-benar susah bila dijadikan motion debat karena biasanya menyangkut banyak sekali wawasan baik politik, ekonomi, relasi negara, militer, dan lain sebagainya. Motion secara sederhana adalah topik yang akan didebatkan. Tim government memiliki tugas untuk mendukung topik itu apapun caranya, dan tim opposition memiliki tugas untuk menjatuhkan topik itu apapun caranya.

Kasus-kasus konflik internasional, seperti yang terjadi di Suriah saat ini, menjadi salah satu motion debat internasional yang sering muncul dan menjadi momok. Pada tahun 2011, seingat saya, motion dengan judul This House Would invade Zimbabwe, menjadi  motion yang didebatkan World Universities Debating Championship. Viktor Finkel, debater favorit saya dengan timnya mampu memenangkan kompetisi tersebut. Kasus Zimbabwe, secara prinsip tidak sederhana. Ada kemiskinan struktural, tekanan pemerintah, kasus kesehatan, dan lain sebagainya. Di topik ini kita harus berperan layaknya organisasi nonpemerintah kelas dunia yang hendak bertindak mengatasi kasus yang ada di Zimbabwe, atau bisa juga berperan layaknya perkumpulan negara-negara tertentu atau suatu negara tertentu. Jadi misalnya kita berperan sebagai Indonesia, dari mosi itu kita meyakini bahwa Indonesia harus menginvasi Zimbabwe. Pertanyaan yang harus dijawab, apa yang menjadi dasar invasi layak dilakukan dan bagaimana bentuk invasi yang dilakukan itu?

Tapi saya tidak ingin membahas itu lebih jauh, karena selain masih minim pengetahuan saya tentang hal tersebut, sebenarnya saya lebih ingin menunjukkan kepada pembaca tentang apa yang terjadi di luar sana. Barang kali akan menunjukkan kepada para pembaca, sisi-sisi dunia yang mampu menjadi pemicu untuk merumuskan apa yang sebaiknya kamu lakukan di tempatmu sekarang.

Jadi sejak beberapa saat yang lalu saya memfollow sebuah akun yang sering memberikan reportase mengenai bagaimana keadaan orang-orang sipil di kota Aleppo, Suriah. Aleppo merupakan kota yang dikuasai oleh para oposisi pemerintahan Bashar Al-Assad. Pemerintah Suriah ingin menggempur para pasukan oposisi yang sebenarnya terdiri dari berbagai kelompok yang juga memiliki kepentingan masing-masing. Mereka disebut oposisi karena tujuannya secara prinsip memiliki kesamaan yaitu menggulingkan pemerintah Bashar Al-Assad. Kelompok-kelompok oposisi ini secara tidak langsung didukung oleh Amerika, yang memandang sang pemerintah Suriah tidak lagi menghormati hak-hak demokratis warganya dan harus dilengserkan sementara pemerintah Suriah sendiri didukung oleh Rusia. Masih banyak lagi kelompok yang terlibat, seperti para pejuang Kurdistan, Iran, dan lain sebagainya. 

Jadi ceritanya, kota-kota di Suriah itu berada dalam kekuasaan berbagai kelompok yang berbeda. Pemerintah Suriah, kelompok oposisi, pejuang Kurdistan, ISIL/ISIS, Jabhat Fathah al Sham, dan lain sebagainya. Mereka saling berebut wilayah, terutama menguasai jalur-jalur atau tempat-tempat yang penting untuk dimanfaatkan sebagai media mendapatkan bantuan dari pihak luar yang mendukung mereka. Nah ceritanya, menurut beberapa informasi yang saya baca, para oposisi di Aleppo pun mendapatkan suplai dari eksternal, dan karena itulah pemerintah Suriah membumi hanguskan jalur-jalur yang berpeluang untuk menjadi media pengiriman bantuan bagi para kelompok oposisi yang ada di situ.

Aleppo menjadi kota yang mungkin menjadi saksi bagaimana peperangan berbagai kelompok itu pada akhirnya menyengsarakan penduduk yang masih ada di sana. Saya sendiri masih belum tahu mengapa para penduduk di Aleppo tidak segera pindah begitu saja dari kota tersebut. Kenapa tidak pindah saja dari kota yang menjadi battleground pemerintah dan para oposisi itu? Mungkin saya terlalu naif, sebab terbatasnya data yang saya tahu dan pisau analisis yang saya punya, pertanyaan itu sampai sekarang belum terjawab. Yang ada hanya sebatas dugaan saja. Mungkin ada yang tahu? Saya sangat berterima kasih bila ada yang mampu menunjukkan hal tersebut.

Tapi yang jelas, para penduduk di sana, menurut beberapa surat kabar internasional, sebut saja Deutsche-Welle, Reuters, CNN, Guardian, Associated Press, Independent, dan lain-lain, ikut terlibat menjadi pihak yang terkena serangan, atau dalam pemaknaan saya pribadi, menjadi korban perang. Bangunan yang ada di sekitar rumah mereka luluh lantah karena rudal. Rumah sakit[1] dan saluran air[2] juga ikut hancur karena serangan militer pemerintah yang ingin sesegera mungkin melenyapkan kelompok oposisi. Bantuan internasional dari berbagai macam pihak yang ingin membantu, sebut saja PBB kesulitan masuk ke sana pada masa genjatan senjata karena tidak mendapat izin seperti yang dinyatakan oleh PBB[3]. Bahkan pada masa akhir gencatan senjata selama satu minggu kemarin pun, konvoi pembawa bantuan sipil malah hancur karena serangan udara yang entah dijatuhkan oleh siapa.[4] Ada yang bilang Rusia, ada yang bilang milik pemerintah Suriah. Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas kegetiran yang terjadi.

Mereka kehilangan banyak hal; rumah, pasangan, keluarga, aset-aset penting, bahkan mungkin kebahagiaan dan waktu untuk sekedar tidur nyenyak pun hilang. Hari-hari mereka, saya bayangkan dipenuhi dengan kekhawatiran akan keselamatan diri mereka sendiri. Makanan enak, kalaupun ada, pasti sulit untuk dirasakan kebahagiannya. Memang betul, kondisi lingkungan pun mempengaruhi apakah bisa kita merasakan kebahagiaan atau tidak. 

Tapi di tengah-tengah hal itu, di timeline instagram saya, dari sebuah akun yang fokus pada perkembangan konflik Suriah, terdapat sebuah video yang membuat saya terkagum-kagum pada para penduduk yang masih ada di sana, khususnya pada para anak-anak. Dalam video tersebut diperlihatkan bagaimana, anak-anak, yang kebanyakan masih muda belia itu, bermain di tengah kolam yang terbentuk dari bekas jatuhnya misil dari serangan udara. Air yang berasal dari pipa bawah tanah yang patah menggenangi lubang tersebut, mengalir sedikit demi sedikit hingga kemudian membentuk sebuah kolam kecil. Di tengah kolam berdinding tanah itu, anak-anak itu bermain dengan riang.

Mereka bahkan bisa menjelaskan dengan lugas, bagaimana kolam itu terbentuk. Sebuah misil jatuh ke sini, kata mereka. Sebelumnya satu keluarga mati di sebelah sana, katanya sambil menunjuk ke bagian kanan dari tempat ia diwawancarai. Begitu dia ditanya apakah dia merasa bahagia, sambil tersenyum menunjukkan gigi-giginya yang putih (gigi saya kuning, by the way), dia berkata bahwa tentu dia merasa bahagia. Sampai detik ini saya masih terngiang akan kata-kata tersebut.

Saya jadi merasa linglung. Sepertinya saya terlalu sempit dalam melihat sesuatu. Sepertinya saya masih terlalu naif, memandang bahwa segalanya baik-baik saja hanya karena saat ini saya bisa merasakan kebahagiaan, sementara di sisi yang lain banyak terjadi konflik yang butuh solusi. Baru saja kemarin saya membaca berita Suriah ini, eh tahu-tahu hari berikutnya saya membaca konflik di perbatasan Kashmir antara India dan Pakistan yang juga sudah menelan korban. Itu belum selesai, saya juga baru tahu ada kasus penggusuran Bukit Duri di Jakarta yang menurut beberapa berita dan opini yang saya baca melawan keputusan pengadilan negeri alias melanggar hukum. Dan baru minggu lalu saya juga baru tahu tentang kisah perlawanan masyarakat Sedulur Sikep, alias Masyarakat Samin, di daerah Kendeng, melawan pendirian pabrik semen yang berpotensi menghancurkan daerah mereka. 

Saya cukup memahami paradigma pembangunan industrialisasi yang dipakai pemerintah. Kemungkinan besar paradigma pembangunan yang dibangun berasal dari teori modernisasi. Akumulasi kapital dipandang perlu dan menjadi prasyarat perkembangan ekonomi yang berkelanjutan, karenanya kran investasi dan barang-barang kapital alias alat-alat produksi yang mampu menghasilkan barang produksi yang penting seperti misalnya pabrik, jalan raya, dan lain sebagainya harus segera didirikan. Alam harus bisa dieksploitasi sedemikian rupa karena manusia menggunakan hal itu untuk membuat barang-barang ekonomi yang bisa dikonsumsi. Tapi, terlepas dari itu semua, ada orang-orang yang disakiti. Duh, kok saya malah berganti topik pembahasan.

Kembali ke kolam renang kecil tadi. Sepertinya saya perlu belajar pada mereka bagaimana bisa menikmati hidup di tengah kondisi seperti itu. Dari mereka, saya bisa belajar untuk menerima keadaan dan menertawakannya; ikuti saja permainan para pemimpin yang zalim itu sambil berjuang untuk terus hidup; lalu meruntuhkan dan mengubah keadaan sedikit demi sedikit.

Sementara di sisi lain, buat kamu yang sedang belajar, belajarlah yang rajin. Karena ilmumu dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang hadir dan nyata di luar sana; sekalipun sekarang kamu belum merasakannya.

Sekian.

*


[1] Russian, Syrian missiles pound Aleppo, destroy hospital: rebels and aid workershttp://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-idUSKCN12133Z
Lihat juga, “Syria's war: Aleppo hospital bombed again
[3] Patrick Wintour, Julian Borger, “Syrian regime is blocking aid from entering eastern Aleppo, claims UN” 
[4] Julian Borger, Spencer Ackerman, “Russian planes dropped bombs that destroyed UN aid convoy, US officials say”

You Might Also Like

0 komentar