karier

Menjadi Seorang Freelancer

11.55.00

Salah satu proyek web development yang saya kerjakan setelah mengenal dunia freelancing.

Sejak beberapa saat yang lalu, saya memulai pekerjaan sambilan menjadi seorang freelancer. Kebanyakan proyek yang saya kerjakan, sejauh ini berkaitan dengan penulisan artikel untuk blog. Ada yang saya tulis dalam bahasa inggrs, ada pula yang saya tulis dalam bahasa Indonesia (sengaja saya pakai huruf kapital). Dalam tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman tentang kenapa, bagaimana, serta apa yang saya dapatkan dari pekerjaan freelancer sejauh ini.

Mengapa Menjadi Seorang Freelancer

Ada berbagai alasan yang membuat seseorang menjadi freelancer. Namun, untuk saya sendiri, ada beberapa hal yang membuat saya memutuskan untuk menjadi seorang freelancer. Beberapa mungkin mirip sama dengan masalah yang kamu alami. 

Alasan pertama, tentunya karena masalah duit. Sejak mendekati akhir kuliah, saya semakin risau dengan pendapatan saya. Bergantung dengan orang tua tentu bukan pilihan yang baik. Saya sudah terlalu lama dimanjakan dengan berbagai kemudahan, termasuk menghabiskan tiga laptop, dan mungkin enam handphone. Saya malu, bila terus-terusan bergantung pada orang tua. Oleh karena itulah, saya memutuskan harus sudah punya sumber pendapatan sendiri, bahkan sejak kuliah ini. Dengan menjadi freelancer, mungkin pendapatan yang saya terima masih belum seberapa. Namun, saya yakin dengan semakin meningkatkan kualitas saya dan senantiasa jujur, masalah duit tinggal menunggu waktu. Setidaknya cukuplah untuk bekal saya selama beberapa tahun ke depan. 

Alasan kedua, adalah karena masalah fleksibilitas. Bekerja menjadi seorang freelancer menawarkan fleksibilitas yang luar biasa, menurut saya. Tentu masih ada deadline-deadline yang harus ditepati agar owner atau penyewa jasa kita tidak kecewa. Ada pula tuntutan lain yang harus diikuti, seperti misalnya merevisi hasil pekerjaan bila tidak sesuai dengan harapan owner, mekanisme pembayaran yang melalui pihak ketiga, atau yang lainnya. 

Walaupun demikian. fleksibilitas, bagi seorang mahasiswa yang masih punya tanggungan belajar serta merintis karier, sangat penting bagi seseorang seperti saya. Jalan karier yang saya pilih mengharuskan adanya waktu untuk belajar materi di luar jurusan yang saya tempuh, serta ketekunan untuk terus belajar. Di sisi lain, saya juga tidak mungkin meninggalkan perkuliahan yang masih penting untuk saya ikuti karena juga memberikan skill yang saya harapkan kelak untuk terjun dalam dunia karier yang saya pilih. Setelah menjadi freelancer ini, saya bisa mendapatkan uang sembari belajar mandiri dan mengerjakan tugas kuliah. Walaupun memang, rasa lelah senantiasa menumpuk. Namun ya memang begitu bukan proses untuk mendapatkan keahlian?

Alasan ketiga, adalah masalah koneksi. Dengan menjadi freelancer, saya mengenal banyak orang yang memiliki bisnis, dan saya pun membantu mereka untuk mensukseskan bisnis mereka. Jaringan sosial ini penting untuk saya miliki, selain karena saya bisa belajar tentang dunia bisnis dari mereka, saya juga mampu mengasah keahlian komunikasi dan manajemen pemasaran secara tidak langsung saat membantu produksi barang yang mereka butuhkan. Saya sudah kenal beberapa orang yang menginvite saya secara personal misalnya, setelah mengerjakan beberapa artikel bahasa inggris untuk beliau. Bagi saya, hal ini adalah sesuatu yang penting. 

Alasan keempat, adalah karena dengan menjadi freelancer saya bisa membuat personal portofolio sejak saat ini. Personal portofolio adalah hal yang penting dalam dunia karier, karena itu menunjukkan kualitas kita. Saya pikir di umur 22 tahun ini, saya maish memiliki portofolio yang rendah. Tidak banyak prestasi yang saya raih (yang diakui publik maksudnya). Kalau saya tidak memiliki hal ini, akan sulit untuk membuat orang menaruh amanah pada saya untuk membantu kehidupan mereka. Oleh karena itu, saya ingin mengejar ketertinggalan saya dari teman-teman saya yang lain, bahkan adik-adik kelas saya yang sudah sangat jauh melangkah ke depan. 

Alasan kelima, adalah karena dengan menjadi seorang freelancer, membuat saya belajar lebih banyak hal. Menjadi freelancer membuat saya senantiasa belajar. Mungkin hal ini karena saya kebanyakan mengerjakan masalah penulisan yang menuntut saya untuk melakukan riset terhadap berbagai topik. Sejauh ini saya sudah pernah meriset masalah ginjal bocor, sampai pemrograman komputer. Sebagai seseorang yang cenderung dipenuhi rasa penasaran, saya justru menikmati proses ini. Kadang saya malah terlalu lama melakukan riset dan telat menuliskan artikel yang seharusnya sudah saya selesaikan. Pada bidang yang lain, saya belum begitu mendalami. Namun saya rasa, dengan fleksibilitas memilih proyek, maka freelancing akan senantiasa menawarkan dunia baru pada kita. 

Bagaimana Cara Menjadi Seorang Freelancer

Di masa sekarang ini, menjadi seorang freelancer cenderung lebih mudah. Ada banyak platform yang menyediakan pekerjaan di internet. Beberapa situs tersebut antara lain Projects.co.id, Sribulancer.com, Startupjobs.asia, atau platform freelancer yang lain. Anda cukup mendaftar di situs-situr tersebut, kemudian memulai membuat personal profile dan mencari lowongan project yang dipaparkan di situs-situs tersebut. 

Pembayaran biasanya dilakukan dengan cara rekening ketiga. Maksudnya, pemilik proyek akan membayar terlebih dahulu pada rekening bank tempat platform freelancing kamu, setelah itu apabila proyek sudah kamu selesaikan dan diterima oleh owner, maka pihak platform akan menyalurkan uang itu ke rekening kamu yang sudah kamu berikan tentunya pada mereka saat proses pendaftaran. Bila owner sangat puas dan bahkan percaya dengan kemampuan kita, bisa jadi mereka akan merekrut kita sebagai worker tetap.

Freelancer dan Dunia Karier

Menjadi freelancer menawarkan berbagai peluang bagi ktia, dan mungkin akan menjadi langkah awal untuk memiliki karier yang lebih tinggi. Namun tentunya, apabila anda ingin menjadi seorang freelancer, ada banyak pertimbangan yang harus anda pikirkan. Misalnya, adakah waktu bagi anda untuk mengerjakan berbagai proyek yang diterima oleh owner, apakah anda bisa bersabar merintis personal cv anda karena sebelum itu biasanya honor yang anda terima sedikit walaupun pekerjaan anda banyak, apakah tidak ada pilihan lain yang bisa anda ambil dan lebih baik daripada freelancing, dan lain sebagainya. 

Bagi saya sendiri, freelancer hanyalah jalan saya untuk menghasilkan sesuatu untuk orang lain, sembari menyediakan waktu bagi saya sendiri untuk meningkatkan kualitas. Saya percaya dalam dunia karier apapun, proses untuk meraih kesuksesan tidaklah mudah. Untuk mengatasinya anda membutuhkan mental yang kuat dan moral yang baik. Dan dua hal ini, tidak bisa anda dapatkan dengan mudah pula. Dalam kasus saya, freelancing adalah salah satu media untuk mendapatkan dua hal tadi. Dalam kasus anda? Silakan anda temukan sendiri.

Selamat merintis karier! Semoga sukses!

catatan

Global Warming: Waktu untuk Merevitalisasi Transportasi Umum

21.29.00

Pasca menulis di melekin.id saya sempat hiatus beberapa saat, hingga saya melihat film terbaru Leonardo DiCaprio. Leonardo Dicaprio, aktor tampan yang banyak dikenal karena berperan dalam salah satu film romantis "Titanic" itu, dalam film dokumenter terbarunya tampak berpidato di hadapan para pemimpin dunia. Artis terkenal itu rupanya ikut dalam sidang PBB. Jauh hari sebelumnya, dia sudah berkeliling dunia, ke India, Indonesia, Amerika, Eropa, dan lain-lain untuk menjadi aktor sekaligus narator dalam sebuah film dokumenter, "Before the Flood". The message here is short and simple. Global warming is real, global warming itu nyata. Melihat film itu membuat saya tergugah--meski film itu tidak lepas dari banyak kritik--. Wah, sepertinya topik ini akan bagus untuk diulas jadi sebuah tulisan. Maka jadilah tulisan ini, dan kemungkinan beberapa tulisan berikutnya, yang akan membahas tentang global warming. Pada tulisan ini saya akan membahas apa itu global warming dan salah satu solusi yang saya pikir dapat menjadi alternatif untuk mengatasi masalah global warming.

Apakah Global Warming itu Nyata?

Global warming, menurut saya dapat didefinisikan sebagai sebuah proses dan sebuah keadaan. Sebagai sebuah proses, global warming adalah sebuah runtutan peristiwa atau kejadian yang menyebabkan keadaan suhu bumi meningkat, menjadi lebih hangat dan lebih panas dari pada kondisi sebelumnya. Sebagai sebuah keadaan, global warming adalah sebuah kondisi, a state, di mana suhu bumi secara umum relatif panas sehingga menyebabkan perubahan-perubahan iklim dunia. Dua definisi ini saling berkaitan, dan menurut saya saling melengkapi.

Berdasarkan dari pengamatan NASA, sebenarnya bumi kita ini memang mengalami pemanasan dan pendinginan secara teratur, alias memiliki siklus natural warming-and-cooling. Kita memiliki ‘gas rumah kaca alami’ yang ada di atmosfer bumi[1]. Bumi kita yang kecil ini mendapatkan cahaya dan energi panas dari matahari. Sekitar 30% dari cahaya dan energi panas matahari itu terpancar kembali ke luar permukaan bumi, sementara sisanya diserap oleh batu-batuan, tanaman, air, udara, gedung dan lain sebagainya. Benda-benda yang menyerap energi panas matahari di permukaan bumi ini, akan kembali memancarkan atau meradiasikan energi panas ke luar dari dalam dirinya, salah satu arah pancarannya adalah menuju atmosfer. Di atmosfer kita terdapat gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana dalam jumlah tertentu. Gas-gas pengikat energi panas ini, akan menyerap energi panas yang dipancarkan dari permukaan bumi tersebut. Saat mereka mendapatkan energi panas itu, molekul-molekul gas-gas tadi akan berubah menjadi semacam penghangat kecil, yang membuat mereka juga akan memancarkan kembali energi panas itu, sekalipun bila tidak ada api. Akhirnya kembalilah energi panas tadi ke permukaan bumi.

Bayangkan saja kita sedang bermain dakon. Biji dakon itu anggaplah sebagai energi panas, sementara cekungan-cekungan alias lubang dakon itu sebagai tempat energi panas itu dapat menetap. Anggap saja salah satu anggap saja bumi. Nah, gas rumah kaca itu, adalah tangan kita yang mengembalikan energi panas yang kita ‘ambil’ dari bumi, lalu kita kembalikan lagi ke ‘lubang’ bumi lagi setelah berkeliling dari lubang-lubang lainnya.

Bila jumlah gas rumah kaca yang ada di atmosfer sangat banyak, maka radiasi energi panas yang kembali ke bumi juga akan sangat banyak, sehingga terjadilah peningkatan suhu bumi yang cepat, alias global warming[2].
Grafik jumlah karbon dioksida dan metana dari tahun ke tahun hingga tahun 2000. Terlihat bahwa jumlah karbon dioksida dan metana terus mengalami peningkatan, kecuali metana untuk tahun 2000 terlihat mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Sumber: earthobservatory.nasa.gov 
Dalam salah satu mosi debat bahasa Inggris yang pernah saya ikuti, keabsahan global warming ini sempat dipertanyakan. Dan perdebatan ini pun juga ada di dunia nyata. Dari filmnya si Leonardo itu, digambarkan ada salah satu ilmuwan yang didiskreditkan karena menyimpulkan bahwa bumi semakin memanas, dan bahwa global warming adalah sesuatu yang nyata dan berbahaya. Bila kamu browsing di dunia maya dengan keyword ‘climate change denial’ pun akan banyak fenomena yang bisa dipaparkan mbah google tentang adanya perdebatan tentang global warming itu sendiri.

Perdebatan itu tentu bukan tanpa alasan. Bila secara ilmiah diakui bahwa global warming itu nyata, maka implikasi atau pengaruhnya akan merembet pada banyak hal. Kebijakan politik, perjanjian internasional, alokasi anggaran pemerintah, dan lain-lain akan menyesuaikan dengan pengetahuan yang diakui oleh pemerintah. Seperti misalnya, terjadinya kesepakatan Paris, untuk mengurangi tingkat emisi dunia-dunia yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Dalam hal ekonomi, bahan bakar yang berkontribusi besar dalam proses global warming ini tentunya akan cenderung dihindari oleh masyarakat global. Pola konsumsi akan berubah secara masif. Sebut saja produksi C02 (karbon dioksida), CH4 (metana), N02 (nitrogen oksida), akan sebisa mungkin dihindari. Tingkat konsumsi daging sapi misalnya, pasti akan mengalami penurunan sebab bila kita banyak mengonsumsi daging sapi, begitu buang air besar maka metana yang kita keluarkan akan banyak. Dan karena itulah, salah satu saran yang diusulkan oleh ilmuwan dalam film ‘Before The Flood’ itu adalah mengganti konsumsi daging sapi dengan daging ayam bagi orang-orang di Amerika. Siapa yang rugi? Tentu saja mereka yang punya kepentingan untuk mendapatkan uang dari situ.

Sejak tahun 1920, suhu bumi kita diketahui semakin meningkat, bila pun ada penurunan, rata-rata terjadi peningkatan suhu yang lebih tinggi[3]. Dalam prediksi tingkat panas yang paling tinggi, pada abad ke 21 ini akan terjadi peningkatan suhu sampai sekitar 4.8 derajat celcius[4]. Penelitian pada tahun 2015 yang dipublikasikan di jurnal Science oleh Karl et al., menambah kuat dugaan bahwa global warming itu tetap terus terjadi hingga abad ke 21 ini, dan pemanasan global itu akan semakin meningkat apabila kita tidak bertindak[5].
Grafik peningkatan suhu dari hingga tahun 2000. Terlihat bahwa mulai dari tahun 1920 terjadi peningkatan suhu bumi, dan sempat mengalami penurunan sekitar tahun 1950, namun mulai tahun 1980 meningkat secara drastis hingga 2000. Sumber: earthobservatory.nasa.gov

Apakah Global Warming Berbahaya?

Sekarang pertanyaan berikutnya, seberapa berbahayakah global warming itu? Apakah perubahan suhu bumi yang semakin memanas itu membahayakan kita? Jawabannya, iya. Perubahan suhu bumi yang semakin memanas akan menghasilkan dampak-dampak tertentu yang buruk bagi para penghuni bumi, termasuk kita sebagai spesies manusia yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengatur bumi ini.

Dampak pertama adalah mencairnya es di kutub utara atau kutub selatan. Mencairnya es ini (dan sampai sekarang terus terjadi), akan meningkatkan permukaan air laut. Oleh sebab itu, maka potensi banjir di daerah tepi pantai akan semakin meningkat[6]. Pulau-pulau kecil bisa jadi tenggelam, dan lahan di daerah pantai bisa berkurang karena air laut meninggi.

Dampak berikutnya adalah daerah basah, alias sering hujan akan semakin basah, sementara daerah kering seperti daerah rawan curah hujan akan semakin kering[7]. Hal itu terjadi karena saat suhu bumi semakin panas, maka proses penguapan air akan semakin cepat. Di daerah yang curah hujannya tinggi alias tersedia banyak air di permukaan tanah, maka air akan cepat menguap, siklus hujan akan cenderung cepat terbentuk, maka hujan akan cepat turun pula. Sementara di daerah yang curah hujannya rendah, alias kering, yang memiliki jumlah air cenderung kecil, akan semakin sulit untuk menemukan air karena air di permukaan akan semakin cepat menguap. Dengan demikian, pada daerah yang basah, jumlah air akan semakin banyak, potensi banjir akan semakin meningkat. Pertanian atau perkebunan akan terpengaruhi oleh keadaan ini. Kegagalan panen akan semakin meningkat karena banjir dapat merusak tanaman mereka. Sementara pada daerah kering, air akan semakin sulit didapatkan. Kesulitan mendapatkan air ini tentu berdampak pada kesehatan dan harapan hidup orang yang berada di daerah tersebut. Memasak akan sulit, mandi akan sulit, minum pun juga pasti akan sulit.

Dampak berikutnya adalah potensi terjadinya heat waves, atau gelombang panas, juga akan semakin tinggi. Tidak hanya intensitasnya, kualitas dari gelombang panas yang terjadi pun juga tinggi. Heat waves adalah sebuah kondisi di mana suhu di sekitar kita terasa sangat panas, bahkan di malam hari sekalipun[8].  Bayangkan bila selama seminggu kita beraktivitas dengan kondisi lingkungan sekitar yang sangat panas, sampai 45 derajat celcius, bahkan lebih. Bayangkan bila heat waves yang terjadi di Mitribah, Kuwait[9], saat suhu lingkungan mencapai 54 derajat celcius kita alami selama satu minggu? Pernah lihat teman kita yang jatuh pingsan saat upacara bendera karena kepanasan? Kira-kira seperti itulah yang bisa kita alami. Yang paling buruk, kita bisa mati karena kepanasan.

Alhamdulillah pada tahun 2014, dalam laporan penilaian kelima Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), disimpulkan bahwa kemungkinan besar pengaruh manusialah yang menjadi faktor dominan terjadinya pemanasan (bumi) yang telah diamati sejak pertengahan abad ke 20[10]. In short, dari situ telah diakui bahwa terjadi pemanasan global, yang lebih lanjut diduga disebabkan oleh faktor manusia. Dalam Sustainable Development Goals, target ke 13 yang dicanangkan pun juga berkaitan dengan isu perubahan iklim, yang artinya, para pemuka dunia telah mengakui ada masalah perubahan iklim yang akan terjadi beberapa tahun ke depan[11]. Perjanjian Paris, yang berbicara masalah perubahan iklim dan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasinya, juga telah disepakati oleh berbagai negara di dunia.

Global warming itu nyata, dan berbahaya. Kita adalah aktor yang menyebabkan hal tersebut, maka seharusnya kita pula yang melakukan tindakan untuk mengatasinya. Bukankah begitu?

Revitalisasi Transportasi Umum

Kota Tallinn di Estonia menerapkan transportasi publik tanpa biaya. Sumber: theguardian.com
Transportasi umum atau transportasi publik, dalam pandangan saya adalah kendaraan bukan milik pribadi atau milik pribadi yang digunakan untuk kegiatan bepergian oleh masyarakat umum dengan memberikan biaya sewa tertentu sebagai balas jasanya. Definisi ini saya ambil dengan melihat kenyataan di Indonesia, seperti penggunaan bus, taksi, ojek dan lain sebagainya. Sementara di negara lain, pengertian dengan biaya sewa tertentu itu bisa saja tidak berlaku, sebab public transportation bisa jadi gratis, seperti yang ada di Tallinn, ibu kota negara Estonia, atau Hasselt, Belgia[12].

Kendaraan yang biasa kita gunakan, seperti motor, mobil, dan lain sebagainya, merupakan salah satu sumber adanya karbon dioksida yang akhirnya berkelana ke atmosfer bumi kita. CO2 dihasilkan sebagai hasil pembakaran dari bahan bakar fosil (bensin, solar, dan seterusnya) dan aktivitas pabrik. Sekitar 65% gas rumah kaca adalah gas karbon dioksida[13]. Karbon dioksida merupakan gas rumah kaca paling banyak yang dihasilkan di dunia. Di Amerika Serikat sendiri, penyumbang terbesar kedua emisi CO2, berasal dari sektor transportasi, yaitu sebanyak 31%. Sementara dari hasil aktivitas elektronik sebanyak 37%[14]. Selain Amerika, China juga menjadi salah satu negara yang memberikan sumbangan terbesar dalam produksi CO2.

Secara prinsip, apabila kita mampu mengurangi jumlah kendaraan yang kita gunakan, atau mengganti kendaraan yang menghasilkan gas buang berupa CO2 dan sejenisnya, maka kita juga dapat mengurangi produksi CO2. Dampaknya adalah, lambat laun kita dapat mengurangi jumlah gas rumah kaca yang ada di atmosfer, dan mengembalikan atau menjaga suhu bumi kita agar tidak semakin panas lagi. Bagi saya sendiri, gagasan ini patut untuk diperjuangkan. Tentu saja dengan melakukan tindakan-tindakan lain yang juga akan berperan besar untuk mengurangi produksi gas rumah kaca, seperti mengurangi tingkat konsumsi bahan bakar fosil dan lain sebagainya.

Kendaraan di Indonesia

Di Indonesia, data terakhir dari BPS pada tahun 2015 menunjukkan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 121.394.185 unit[15]. Dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, terus terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Sejak tahun 2009, peningkatan kendaraan bermotor kurang lebih mencapai 10 juta per tahun dan terus konsisten hingga terakhir di tahun 2015. Peningkatan paling tinggi selalu dialami oleh sepeda motor. Bahkan, sejak tahun 1996, sepeda bermotor sudah berjumlah 10 juta, paling tinggi dibandingkan dengan kendaraan lain yang didata oleh BPS. Jumlah itu secara konsisten terus mengalami peningkatan hingga tahun 2015. Walaupun demikian, jumlah mobil penumpang juga banyak, sekitar 13 juta di akhir tahun 2015. Jumlah kendaraan sebanyak itu, saya rasa menunjukkan bahwa orang-orang Indonesia lebih menyukai menggunakan kendaraan pribadi untuk mendukung berbagai aktivitas kesehariannya. Bahkan sejak sekolah, anak-anak kita sudah diajari dan diperbolehkan untuk membawa motor sendiri untuk bersekolah bukan?

Melekatnya kendaraan dengan kehidupan kita sehari-hari bukanlah tanpa sebab. Di jaman modern ini, kita dituntut untuk semakin cepat, efisien, dan menghasilkan banyak karya dalam waktu yang sedikit. Kerja dari jam 8 pagi, pulang jam 5 sore, di rumah mengerjakan deadline untuk esok hari. Anak-anak yang masih sekolah pun, juga memiliki rutinitas yang sama. Tuntutan tepat waktu dan disiplin membuat kita harus memiliki teknologi yang mampu membuat kita berpindah tempat dengan cepat, dan fleksibel sesuai dengan keinginan kita. Sangat menyulitkan bukan, apabila kita harus berangkat ke sekolah atau bekerja jam 8 pagi, namun tidak memiliki kendaraan dan harus mengantre lama di bis? Beruntung kalau sampai di kantor atau sekolah tepat waktu, kalau sudah menunggu dan antre dari pagi namun sampainya kesiangan, ya itu namanya cobaan hidup. Efisiensi dan kemudahan itulah yang membuat kendaraan pribadi, khususnya motor di Indonesia menjadi pilihan utama bagi mayoritas masyarakat kita.

Mewujudkan Transportasi Umum yang Menarik

Apa yang membuat masyarakat mau dan senang menggunakan transportasi publik? Tentunya apabila mereka juga mendapatkan kemudahan dan efisiensi yang serupa dengan apabila mereka menggunakan kendaraan pribadi. Semakin jauh jarak yang harus mereka tempuh, rata-rata masyarakat akan memilih untuk menggunakan kendaraan umum seperti kereta api, pesawat, dan lain sebagainya. Kecuali apabila mereka memiliki mobil sendiri, biasanya masyarakat kita akan lebih memilih menggunakan mobil itu untuk bepergian. Hal ini menunjukkan bahwa kenyamanan dan fleksibilitas masih menjadi pilihan utama dari masyarakat kita.

Bagaimana caranya, agar masyarakat mau mengubah pola berkendara mereka?

Tentunya, transportasi publik harus menjadi nyaman untuk masyarakat. Kenyamanan itu bisa datang dari banyak hal, baik dari segi fisik kendaraan itu sendiri, atau dari segi pelayanan yang diberikan, atau yang lain. Dari segi fisik, misalnya, tempat duduk harus nyaman. Jarak antar penumpang tidak boleh terlalu sempit. Ruang kendaraan juga harus bersih, bahkan wangi, dan juga adem alias tidak gerah. Sopir harus ramah, bahkan kalau bisa lebih ramah dari mbak-mbak penjaga kasir di pasar-pasar. Faktor harga juga tidak kalah penting. Harga boleh mahal asalkan pelayanannya nyaman, tapi secara alami, semakin murah pasti akan semakin banyak orang yang membeli.

Berikutnya adalah masalah tata kota. Banyak orang menggunakan kendaraan itu untuk bekerja, belanja, mengantarkan anaknya sekolah, dan lain sebagainya. Untuk memangkas faktor jarak, maka posisi kantor, sekolah, tempat berbelanja, dan lain sebagainya dapat ditata sedemikian rupa sehingga tidak terlalu jauh dan dapat ditempuh sekali jalan. Memang untuk merealisasikannya dapat dipastikan membutuhkan biaya yang sangat besar. Namun sebaiknya pemerintah yang merintis pembangunan di daerahnya memerhatikan penempatan ruang-ruang publik tersebut.

Untuk menjembatani masalah di atas, maka perusahaan atau sekolah dapat memberikan fasilitas antar jemput dengan menggunakan kendaraan yang dimiliki oleh sekolah atau perusahaan itu. Apabila di tengah kerja mereka harus pergi mendadak, dapat dijembatani dengan memberikan kendaraan umum yang dapat disewakan pada para karyawannya. Dengan demikian mereka masih tetap dapat bepergian dengan fleksibel walaupun di tengah jam kantor.

Fleksibilitas memang faktor paling utama yang membuat masyarakat memilih kendaraan pribadi untuk menunjang kenyamanannya berkendara. Namun, saya percaya sebagian besar masyarakat kita masih memiliki kesadaran yang tinggi dan masih memiliki kepedulian yang besar untuk menjaga lingkungan kita agar tidak rusak. Sosialisasi dan penyadaran, melalui lembaga-lembaga pendidikan, sosial media, peraturan pemerintah, dan jalan lain saya ras mampu untuk meningkatkan kesadaran bersama akan pentingnya menjaga lingkungan kita agar tidak terjadi kerusakan alam.

Secara prinsip, ada banyak pihak yang harus berperan. Pemerintah menyediakan infrastrukturnya, perusahaan atau sekolah atau ruang publik lain dengan kebijakannya masing-masing, serta masyarakat dengan kerelaannya untuk mengubah gaya hidup saat ini menuju gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

Sebagai salah satu manusia yang mengemban amanah untuk mengelola lingkungan, saya berpikir inilah saatnya untuk menjaga keseimbangan alam.

----

[1] Global Warming, 20:24 WIB, 5 April 2017.
[2] Global Warming, 20:24 WIB, 5 April 2017.
[3] Global Warming, 20:20 WIB, 5 April 2017.
[4] IPCC Fifth Assesment Report, 2013, hlm. 20. Diakses dari 20:00 WIB, 5 April 2017.
[5] Karl et al., "Possible artifacts of data biases in the recent global surface warming hiatus", Jurnal Science, vol. 348, isu 6242, hlm. 1469-1472, 26 Juni 2015. Didapatkan dari sini, diakses pada 20:33 WIB, 5 April 2017.
Penelitian ini, menurut John J. Bates adalah penelitian yang tidak absah karena menggunakan data-data yang ‘terlalu dipaksakan’. Pembaca bisa melihat pendapat beliau di sini. Namun peneliti lain membela hasil penelitian Thomas R. Karl ini, pembaca dapat melihat di sini.
[6] Global Warming 101, 19:40 WIB, pada 6 April 2017.
[7] Are effects of global warming really bad? 19:53 WIB, pada 6 April 2017. 
[8] Heat Waves Details, diakses pukul 20:08 WIB, pada 6 April 2017.
[10] IPCC Fifth Assesment Report, 2013, hlm. 16, 20:00 WIB, 5 April 2017.
[11] Sustainable Development Goals, 20:34 WIB, 5 April 2017.
[13] Global Emissions by Gas, 21:17 WIB, 6 April 2017.
[14] Overview of Greenhouse Gases, 21:21 WIB, 6 April 2017. 


catatan

Persistency

16.55.00

SMP kelas 2, saat itu saya pertama kali mengenal gitar.

Om Bambang, adik laki-laki ibu waktu itu membelikan sebuah gitar nilon 300 ribuan. Sejak awal kami bersepakat bahwa saya, ponakannya yang bandel ini harus bisa bermain gitar. Tujuannya cuma satu, supaya bisa naik panggung di acara sekolah. 

Impian itu tercapai. Dengan catatan penting; setiap kali saya naik panggung, saya selalu lupa kunci yang harus saya mainkan, kalau tidak begitu, suara saya yang sudah jelek ini bertambah jelek karena bergetar sebab grogi. Jadilah saya tampil memukau. Membuat muka kawan-kawan malu.


Awal kali saya belajar kunci G. Sekitar tiga jam, saya belajar kunci itu terus menerus, bergantian dengan kunci C dan F. Walaupun senar yang digunakan senar nilon, tangan saya yang masih unyu waktu itu tetap merasa kesakitan. Senar nilon adalah senar yang terbuat dari nilon. Dibandingkan senar berjenis string, senar ini lebih 'ramah' bagi tangan. Sehari mengenal gitar, ujung jari tengah dan jari manis saya lecet dan berdarah. Selepas om meninggal, saya belajar sendiri, berbekal buku kord 5 ribuan yang bisa dibeli di pasar malam.

Hari-hari berikutnya saya habiskan dengan belajar gitar. Saya belajar sendiri, dengan niat menjadi musisi. Bahkan saya sampai berkoar-koar akan masuk institut seni di Yogyakarta. Cita-cita yang tidak berdasar ini saya bawa terus sampai SMA, dan karena itulah saya tiap hari rajin belajar gitar, walaupun di tengah-tengah sering sekali saya merasa jengah dan malas. Saya merasa, dari jaman SMP sampai SMA kok ya gak ada perubahan, lama sekali, males banget belajar gitar ini. 

Kalau tidak karena sering diajak membantu kawan untuk recording (halah), saya sudah pasti akan jarang bersentuhan dengan gitar karena dunia tulis-menulis waktu itu mulai menjajah batin saya yang masih labil ini. Sesekali saya masih bermain gitar, hitung-hitung melepas penat, walau niat untuk mengasah skill sampai saya ahli seperti Slash sudah tidak lagi membumi di relung hati. 

*

Masa-masa kuliah adalah masa yang menurut saya, jauh lebih indah dibanding masa sekolah. Saya tidak sepakat dengan Chrisye. Iya sih, kuliah itu ya sekolah, tapi ya tidak sama. Sebutannya saja sudah beda. Ya to?

Nah di masa kuliah ini, ternyata, saya tetap tidak bisa melepaskan 'kutukan' untuk selalu dekat dengan gitar. Beberapa kali saya membantu teman yang akan tampil untuk menjadi pengiring musik di panggung belakang, makanya sering kali saya juga berlatih walaupun sifatnya situasional saja. Ada satu hal yang baru saya sadari, ternyata kemampuan menggitar saya jauh lebih baik dibandingkan saat saya SMP, bahkan saat saya SMA. 

Indikasinya, saya sedikit lebih peka dengan nada. Kedua, jari-jari saya jadi lebih lincah berpindah-pindah kord walau kadang-kala ya masih keserimpet-serimpet. Ketiga, berpindah-pindah nada dasar menyesuaikan rentang nada vokalis juga jadi lebih mudah saya lakukan. 

Pernah suatu ketika, saat hendak mengisi acara tertentu, ya tetap saya sebagai pengiring saja, kami hanya memiliki waktu 1 hari, bahkan kurang dari dua belas jam untuk mencari kord. Alhamdulillah, dengan terbatasnya waktu, saya bisa membantunya mempersiapkan acara tersebut. Saya jadi bersyukur, untung saya masih bisa bermain gitar dengan cukup baik.
*

Sampai saat ini saya masih belajar bermain gitar.

Satu hal yang saya sadari, bahwa kemampuan menggitar saya yang masih amburadul ini saja saya miliki dengan proses yang cukup lama. Artinya, seandainya saya konsisten, rutin dan rajin belajar gitar tiap hari, latihan terus-menerus, tidak peduli dengan rasa malas dan bosan, sudah pasti kemampuan gitar saya akan lebih tinggi.

Ini sudah hukum alamiah, menurut saya. Repetisi akan meningkatkan keahlian. Sudah berkali-kali ini saya dengar hingga saya bosan mendengarnya, namun nyatanya, sulit sekali menerapkan nasihat ini. Sulit sekali konsisten dalam belajar. Saya yakin bukan saya sendiri yang mengalami hal ini, tapi pasti kamu juga iya. Benar kan? Ngaku saja deh lu.

In the end, persistence is the key to mastery. Only they who persist can get the skills.

Selamat belajar, dan bersabar.


curhat

Menulis di Melekin.id

21.05.00

melekin.id
Suatu ketika, di suatu sore hari, di suatu saat ketika saya sedang menghadapi sesuatu yang anu banget, sebuah pesan berintikan tawaran untuk menjadi penulis di salah satu situs terhampar di layar telepon genggam saya. Dengan jantung yang berdegup dan tangan yang gemetaran, saya pun memberanikan diri untuk mendaftar pada sosok yang sebenulnya sudah saya kenal cukup lama; walau ketika bertemu malah malu-malu sendiri. Entahlah, ada apa dengan kami.

Situs itu namanya cukup unik, melekin. Tidak perlu bersusah-susah memahami kata itu dengan menggunakan hermeneutika intensional, hermeneutika Ricour, atau mengikuti hermenutika mbah Hans-Georg Gadamer untuk memahami maksud dan filosofi dari nama situs tersebut. Singkat, jelas, padat, mungkin begitulah. Mau tau apa artinya? Silakan saja kunjungi di melekin.id.

Ngomong-ngomong, ini bukan promosi situs lo ya, mba-mba mas-mas. Memang betul saya menjadi penulis di situ, tapi ya bukan berarti tulisan saya lantas diloloskan begitu saja oleh sang empu. Malah bisa jadi saya dikritik habis-habisan karena gaya penulisan yang saya rasa sih, masih kaku namun punya prinsip. Halah. Pokoknya nggak marketable lah untuk pembaca proletar macam situ. Apalagi kalau dibaca sama kelas-kelas oligark, aristokrat, atau konglomerat. Jauh sekali. Tulisan saya bagaikan keset welcome. Ada namun diinjak-injak. Di situ saya merasa sedih.

Anyway, sebetulnya, ada kesamaan antara saya dan melekin.id. Pertama, kami masih muda. Iya, muda. Kedua, kami sama-sama eksis di dunia maya. Ketiga, kami sama-sama ingin membuat orang-orang melihat sesuatu dengan lebih berimbang. Tidak termakan provokasi dan fitnah yang acapkali membawa orang melakukan penilaian yang salah. Tidak terbawa perasaan sehingga galau tahun-tahunan. Tidak terbawa keterpaksaan sehingga melakukan sesuatu tanpa penjiwaan. Tidak terbawa ke bagasi mobil karena nanti sesak nafas. 

Tentu tidak mudah menyajikan konten yang berkualitas dan mampu memberikan informasi atau pengetahuan yang membuat pembaca menemukan sisi-sisi yang baru; berkualitas; dan tentunya bermanfaat. Apalagi di tengah persaingan global saat ini, di mana tangan-tangan kapitalis dan cengkeraman oligark sudah merasuk di mana-mana. Namun, sesuai tulisan pertama saya di situ tentang berpikir positif, saya menolak untuk berputus asa dan berharap bahwa segalanya bisa diubah. Sebab itulah saya menulis di media ini. Siapa tahu nanti saya dapat honor? Em, tapi ini sangat-sangat tidak mungkin sih, sepertinya. Betul kan Ka' Uci? :3

Saya memilih untuk percaya bahwa perubahan masih bisa dilakukan; selama kita tidak berhenti untuk melakukan sesuatu. Seperti saya misalnya; yang memilih untuk menggunakan sisa-sisa waktu saya untuk menulis di melekin.id. Kamu milih apa? Saran saya sih, coba deh baca-baca di sana. Nah, ini baru promosi.

Ya sudah, sekian dulu curahat batuk (baca: kepala) saya kali ini. Sempai jumpa di tulisan berikutnya. Sudah melek hari ini?

catatan

Koridor

19.21.00

*
Beberapa hari yang lalu, di suatu sore, saya yang belum mandi sejak pagi tidak memiliki seorang kawan pun untuk di ajak berbicara. Hanya aku dan diriku sendiri, huu. Mau mengajak ngobrol seseorang lewat media sosial, juga tidak bisa saya lakukan karena rupa-rupanya akun media sosial saya tidak bisa dibuka. Saya lupa kata kunci dan nama akun saya sendiri. Kalau dipikir-pikir lagi, di media sosial pun saya juga tidak punya kawan untuk diajak bicara sih. Sebabnya, di saat sore hari macam kemarin, saya yakin banyak orang yang sedang repot untuk menyiapkan acara tahun baruan. Maklum, walaupun saya (sedikit) tua, kawan-kawan saya (hampir) semuanya merupakan anak-anak muda yang tidak jengah juga untuk terus mengikuti tren walaupun kadang hanya sepintas saja berlalu di dalam angan, tanpa ada hikmah yang didapatkan. 

Karena tak ada kegiatan, pikiran juga sudah suntuk bila mau terus membaca Behavior Anaysis and Behaviour Modification karya Richard Mallot, Mary Tillema & Sigrid Glenn, maka saya memilih untuk jalan-jalan keliling kota. Jangan salah, saya jalan-jalan betulan lo, alias menggunakan kedua kaki saya ini untuk menyusuri setiap jengkal lahan di kota Madiun yang sudah banyak mengalami perubahan. Em, ya tidak setiap jengkal juga sih, hanya melewati beberapa jalan di kota saja. Dengan jaket hitam dan celana OSIS SMA yang masih saya pakai buat sekalipun, dan kebetulan juga sudah saya pakai lima hari berturut-turut, perjalanan sore itu saya mulai. Ada banyak hal yang saya temui di jalanan, dari kucing yang sedang mengamati manusia yang sliwar-sliwir di depannya, sampai beberapa polisi yang mengawasi dan sepertinya mencurigai saya sebagai teroris yang hendak ngebom markas polisi karena kejadian yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini.

*

Mendung memayungi saya, sore itu. Tampaknya sebentar lagi akan hujan. Namun itu tidak menghentikan saya untuk merasakan kenikmatan yang saya rasakan saat berjalan kaki. Pertama, saya bisa berolahraga dan menjaga badan ini setelah seharian penuh duduk dan tidur-tiduran. Pekerjaan saya sehari-hari memang lebih banyak berkutat dengan laptop ataupun meja tulis. Saya pun jarang menggerakkan badan saya. Dari satu jam saya duduk, paling hanya sekitar satu menit saja saya berdiri dan berjalan kaki. Semakin lama saya jadi merasa seperti pohon, batang dan daunnya hanya bergerak bila tertiup angin sementara akarnya hanya bergerak untuk mencari makan. Padahal bila tidak dijaga dengan betul, di masa tua saya yakin saya bisa mati karena penyakit komplikasi. Entah itu kanker prostat campur jantung koroner, entah itu paru-paru jebol campur multiple sklerosis, entah itu kanker kulit, panu, gagal jantung, dan gagal ginjal. Sebagai sosok yang penakut dan inginnya bahagia di masa tua, saya tidak ingin merasakan penderitaan-penderitaan semacam itu. Saya putuskan untuk banyak bergerak. Bahkan resolusi saya di tahun 2017 adalah saya harus rajin olahraga setiap hari. Entah resolusi itu akan bertahan atau tidak. Bukankah banyak resolusi yang hanya sekedar ucapan? 

Angin kota yang bertiup tidak terlalu kencang pada sore hari itu pun membuat saya terasa dimanjakan. Badan saya yang sudah berhari-hari tidak tersentuh air, serasa seperti habis minum larutan penyegar. Pikiran saya terasa sejuk, dan masalah-masalah yang sebelumnya saya pikirkan sampai beberapa helai rambut saya jadi putih untuk beberapa saat terasa ringan. Mungkin saya belum bisa menemukan solusi saat itu juga. Namun bila otak saya rileks dan tenang seperti itu, berpikir menjadi lebih mudah dan jiwa juga bisa lebih optimis menatap masa depan, halah. Di tambah dengan jalanan kota yang sudah mulai sepi, saya bisa menikmati keheningan lebih dalam, seolah-olah keheningan sore itu memeluk saya dari belakang. 

Saya pun menyadari, ada pula keuntungan berjalan kaki lainnya. Kita jadi lebih leluasa dan lebih jeli mengamati jalanan yang kita lalui. Sungai yang saya kira kotor karena airnya cokelat dalam sekilas pandang itu, ternyata di dalamnya terdapat ikan-ikan kecil yang menari-menari mengikuti arus air. Walaupun berwarna cokelat, masih saja ada ikan yang bisa hidup, rupanya. Apa memang biasanya seperti itu? Saya pun tidak mengerti. Mungkin ikan-ikan itu sebagaimana beberapa orang jaman sekarang. Mereka terus menerus mencari rezeki di tengah impitan hidup. Kalau tidak dimakan ikan yang lebih besar, mereka bisa mati karena tidak kebagian udara.

Selain itu, ternyata arus sungai di sekitar jalan Setia Budi ini lumayan deras walaupun volumenya sedikit. Di pojok bawah jembatan banyak sampah yang entah kapan akan dipindahkan oleh dinas kebersihan. Saluran air kotor atau got bawah tanah yang selama ini saya kira tidak lagi digunakan ternyata sudah ditempati oleh para tikus yang tergusur dari kantor. Dan di tengah itu semua, Kota Madiun sudah semakin ramai dengan orang-orang dan industri, namun semakin sepi dari anak-anak kecil yang main bola sepak di tanah lapang seperti saya dulu. Yah, tapi masa lalu memang masa lalu. Saya harus bisa move-on dari kenangan indah waktu SD saat menendang bola sampai berhasil masuk ke rumah orang waktu mereka sedang masak, misalnya. Walaupun saya sangat ingin anak-anak saya kelak bisa main bola tanpa harus masuk stadion.

*

Karena jalan-jalan kemarin itulah, saya baru tahu bahwa saluran air di pinggir jalan dekat markas brimob itu memiliki dua tingkatan. Yang paling bawah adalah saluran untuk mengalirkan air dari barat ke timur, atau sebaliknya. Jadi semacam sungai kecil begitulah. Kebetulan saat saya lihat kemarin, tidak ada air yang mengalir, justru tumbuh rindang rumput-rumput dan lumut-lumut di sepanjang saluran. Sementara di pinggir saluran itu terdapat bangunan semacam dinding yang tampaknya menjadi tempat mengalirnya air yang datang dari seberang jalan sebelum ikut dalam arus lapisan yang paling bawah itu. Tidak ada lapisan yang menutupinya, karena itulah saya bisa berjalan di dalam got tersebut. Lumut yang berwarna hijau gelap dan jaring laba-laba banyak sekali di sana. Lubang-lubang yang terdapat di lapisan kedua itu sepertinya akan menjadi saluran mengalirnya air dari saluran di seberang jalan. Atau bisa jadi sebaliknya, saluran itu adalah tempat mengalirnya air menuju sungai bila debit air yang masuk sudah terlalu besar dan tidak dapat lagi di tampung di saluran kecil itu. 

Sembari berjalan di tengah got itu, mata saya terpikat akan pemandangan para (sepertinya) polisi yang tengah bermain sepak bola. Diam-diam saya kepingin merasakan sensasi menendang bola dan menjebol gawang, atau menepis tendangan dari lawan lagi. Jangan salah, dulu-dulu saya termasuk pemain sepakbola yang ahli dalam berlari. Ya, berlari saja, lainnya saya tak ahli. Dari jauh, di sebelah timur, empat orang petugas tampak mengamati saya. Saya pun segera melanjutkan perjalanan agar tidak dicurigai sebagai orang yang tidak-tidak. Singkatnya saya pun lolos dari kecurigaan mereka setelah melenyapkan diri saya dari tempat itu, untuk menuju sebuah jalan kecil yang letaknya tak jauh dari situ. 

*

Kaki saya terus berjalan; dan mata saya terus memandang sekeliling. Kabel dan tiang pancang rupanya kian banyak; dinding-dinding bangunan sering membuat saya tak bisa memandang lebih dari 20 meter. Semoga pandangan hati saya tidak sependek itu, sehingga saya buta akan kearifan yang dulu sempat kami tinggalkan. Semoga selalu ada koridor-koridor yang masih terbuka sebagai jalan kembali pada keheningan di tengah hiruk pikuk jaman ini.