Menjadi Lebih Malu

19.06.00

Sumber: id.wikipedia.org.

Kurang lebih satu minggu lagi hari raya Idul Fitri akan tiba. Bagi saya, Ramadan tahun ini tidak begitu berbeda dibandingkan tahun kemarin. Saya ya masih puasa (insyaallah) penuh satu bulan. Sahur terus, tanpa satu kali pun ketiduran. Bahkan saya lebih sering membangunkan orang lain untuk sahur. Semoga Ramadan Anda kali ini berhasil dijalankan dengan sebaik mungkin. Semoga tidak sia-sia, dan mendapatkan pahala dari yang Maha Esa. Eh, ada satu yang beda ding. Jalinan silaturahmi saya jadi lebih baik, berkat salah satu teman yang sebenarnya nganu sekali. Siapa lagi kalau bukan yang punya blog alkerukma.blogspot.com itu.

Ada hubungan antara Ramadan dengan rasa malu yang kita miliki. Tentunya, rasa malu yang saya maksud berhubungan dengan perilaku kita dengan Tuhan. Seterusnya saya akan menuliskan bahwa menurut saya, Ramadan yang berhasil, salah satu indikatornya adalah Anda bertambah malu terhadap Tuhan. Apa maksudnya dan bagaimana kok bisa begitu, insyaallah juga akan saya jelaskan. 

Sebenarnya baik dalam bulan Ramadan atau di luar bulan Ramadan, rasa malu dalam beberapa pandangan yang berkembang pada umumnya memiliki nilai yang penting. Ada hadis Rasul yang menyebutkan bahwa perkataan para rasul yang termasuk paling awal untuk manusia adalah bila kita tidak memiliki malu, maka berbuatlah sesukamu. Ada pula yang menyatakan bahwa rasa malu adalah hal yang baik, karena itu menjaga seseorang dari keburukan. 

Mari kita mulai dari masalah pengertian. Dari pendekatan bahasa, rasa malu dalam bahasa arab termasuk salah satu kata yang merupakan turunan dari kata hidup (al hayat), yaitu al-haya'. Hubungan leksikal ini menurut beberapa penjelasan yang saya temukan menunjukkan bahwa rasa malu itu erat kaitannya dengan kehidupan seseorang. Hidup yang dimaksud adalah hidupnya jiwa, tidak sekedar hidup mangan-turu[1] saja. Orang yang memiliki rasa malu adalah orang yang hidup, karena perilakunya sesuai dengan kaidah atau norma yang seharusnya dia lakukan. Dia akan berperilaku dengan hati-hati, supaya tidak melakukan hal yang keliru dan merugikan, atau tidak sesuai dengan apa yang harusnya dia lakukan. Bila dia tidak lagi memiliki rasa malu, maka hilanglah penjaganya untuk berperilaku seperti itu, mulailah dia berperilaku sekehendak hatinya sendiri.

Sementara kalau teman-teman mencari makna 'malu' dalam bahasa Inggris, akan menemukan lebih banyak varian lagi. Ada shy, shame, embarrassment, ashamed, dan seterusnya. Perbedaan istilah itu menunjukkan setidaknya perbedaan rasa malu. Atau dengan kata lain, rasa malu itu dikategorisasi menurut beberapa rasa, begitu mungkin biar lebih mudah diabstraksikan. Ada rasa malu yang muncul dalam hubungan sosial, dalam bahasa Inggrisnya digunakan kata shy untuk menunjukkan rasa malu ini. Rasa malu tipe ini menunjukkan perasaan was-was saat hendak bertemu dengan orang lain, berkomunikasi, dan sejenisnya. Sebenarnya mereka ingin bertemu, ngobrol, dan sejenisnya, tapi mereka was-was atau khawatir, takut-takut, saat melakukan interaksi sosial. Kalau dalam film, paling gampang biasanya diabstraksikan melalui cerita dua orang yang saling menyukai tapi malu untuk bertemu. Gimana, kalau pakai contoh begini, pasti paham to?

Ada lagi rasa malu yang dilekatkan dengan perasaan yang muncul setelah seseorang melakukan tindakan yang dianggap keliru oleh masyarakat atau orang lain, atau dengan kelompok sosial yang dia ikuti. Bayangan atas citra diri yang berubah menjadi negatif atau buruk, perubahan pandangan orang terdekat yang dia miliki setelah mengetahui tindakan tersebut, dan seterusnya diikuti dengan rasa hati yang tidak enak dan keinginan untuk melupakan atau tidak lagi mengulangi, atau sejenisnya, adalah gambaran wujud rasa malu yang kedua. Pernah mengalaminya kan? Misalnya ketika di lingkungan kita biasanya ikut salat tarawih, tapi kita tidak ikut, maka kita merasa malu sendiri, ya to?

Ada lagi rasa malu tipe berikutnya. Sebenarnya perasaan malu ini tipe ketiga ini tidak berbeda jauh dengan tipe kedua. Bila dalam tipe kedua rasa malu itu muncul setelah melakukan tindakan yang berlainan dengan norma, maka yang ketiga ini sifatnya muncul sebelum seseorang melakukan perilakunya tersebut. Pernah merasakannya to? Misalnya saat kalian ingin menyontek waktu ulangan, kemudian sebelum benar-benar menyontek kalian jadi ragu, takut kalau ketahuan dan membayangkan bagaimana nanti kalau orang lain tahu ternyata kita berperilaku seperti ini, dan seterusnya. Inilah rasa malu yang kita perlukan agar tetap berperilaku sesuai dengan norma yang kita miliki.

Tapi, bukankah ukuran rasa malu itu berbeda? Bagaimana kalau di lingkungan sekitar kita sudah terbiasa menyontek, dan semua orang tahu dan biasa saja dalam melakukan hal itu, apakah mungkin rasa malu itu bisa muncul? Yap, saya termasuk orang yang meyakini bahwa mungkin terjadi perbedaan ukuran rasa malu di masyarakat atau kelompok sosial yang berbeda. Dan ini adalah hal yang wajar mengingat mungkin terjadi pengalaman yang berbeda dan menghasilkan sebuah tata aturan yang berbeda antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Namun demikian, sebagai umat muslim, sudah terdapat set of rules atau norma atau kaidah etika yang berlaku bagi setiap umat muslim. Saya tidak akan membahasnya lebih jauh agar tidak menggeser topik bahasan kali ini. Pokoknya kita sudah punya pegangan, dan pegangan itulah yang harus kita terapkan dalam kehidupan kita sebagai seorang muslim. Benar to? Artinya, gak patek’en[2], entah kamu orang Indonesia, Belanda atau londo, Jepang atau Nippon, Korea Selatan maupun Korea Utara, Afghanistan, Turki, Syria, Aljazair, Suriname, bahkan Kampung Durian Runtuh rumahnya Upin dan Ipin pun, selama kamu muslim, ya kamu tetap harus berpegang pada peraturan itu.

Sekarang coba kita lihat di bulan puasa ini, apa yang terjadi. Anda puasa, betul? Tapi siapa yang benar-benar tahu kalau Anda puasa? Misalnya setelah sahur, Anda pergi ke kamar mandi lalu ngemil kerupuk atau nyeruput air bak, siapa yang tahu? Setelah itu tinggal ke luar dan macak kelaparan dan kehausan saja. Misalnya Anda pergi ke tempat terpencil, buka situs-situs nganu, setelah itu kembali ke teman-teman Anda dengan berwajah seperti menahan beban bisul tujuh turunan, juga tidak ada yang tahu. Inilah ibadah yang paling bisa Anda sembunyikan kalau batal. Salat, kalau Anda kentut, wah siapa saja bisa langsung tahu Anda batal. Kalau Anda tidak khusyuk, ya kita semua sama-sama tahulah. Zakat juga bisa diidentifikasi kalau Anda belum membayar, tinggal didatangi saja semua panitia zakat yang ada di sekitar Anda kalau kita mau repot, biar benar-benar tahu apakah Anda sudah zakat atau belum. Tapi kalau puasa, tanpa perlu keahlian menyembunyikan bukti apa pun Anda sudah bisa batal tanpa orang tahu. Maka di situlah rasa malu Anda yang berperan untuk menjaga agar tidak batal dan kehilangan nilai ibadah puasa ini.

Selama 30 hari kita dilatih untuk senantiasa malu kepada Tuhan. Kita dilatih untuk menyadari bahwa Tuhan selalu melihat waktu kita celingak-celinguk mencari makanan, tanpa sengaja (atau disengaja) lihat lawan jenis yang menggoda, saat Anda ngamuk-ngamuk dan mencak-mencak misuh ke pengendara yang ugal-ugalan di tengah jalan, dan saat Anda mengabaikan hak orang lain yang terus saja kelaparan sepanjang bulan Ramadan. Gusti Allah ngerti, dan kalau Anda mawas diri dan benar-benar melakukan puasa, kamu seharusnya malu dan menjadi lebih hati-hati. Memang secara tekstual Allah sudah menyebutkan kalau kita puasa di bulan Ramadan ini agar kita menjadi bertakwa. Dan saya pikir, memiliki rasa malu kepadaNya bila berperilaku yang tidak senonoh adalah salah satu dari wujud takwa kepadanya.

Dengan demikian, meningkatnya kadar ‘kemaluan’ (baca: rasa malu yang ada dalam diri kita saat hendak berperilaku menyimpang) dapat dianggap sebagai berhasilnya kita dalam menjalani ibadah puasa ini. Memang malu kepada Tuhan itu susah-susah gampang. Iya, susah memulainya, tapi gampang hidup Anda kalau sudah berhasil melakukannya. Karena setiap perjalanan dan langkah yang Anda tempuh, tidak pernah lepas dari petunjuk yang diberikan oleh-Nya.

Sekian.




[1] Makan dan tidur.
[2] Tak peduli, terserah apa saja.

You Might Also Like

0 komentar